Apa kabar sobat? Semoga kita dalam keadaan sehat dan fit dalam beraktivitas. Kali ini kita mau mengajak sobat untuk mengingatkan kembali peristiwa yang mungkin saja membuat malu atau mencoreng dunia pendidikan Kalimantan Barat. Anda bayangkan sendiri jika seorang pengajar atau dosen melakukan tindakan pencabulan terhadap anak didiknya, jadi jika ini memang terjadi betapa malunya kami sebagai salah satu masyarakat Kalbar. Apakah anda juga demikian?

Laporan Peristiwa pencabulan ini terjadi pada bulan May 2016, dan saat ini belum ada perkembangan. Mungkin ada pertanyaan besar dikepala kita ada apa dengan ini semuanya. Apakah memang tidak terjadi apa apa, atau ada udang dibalik batu?

Asas praduga tak bersalah, ya itulah Indonesia, sebagai warga yang taat hukum memang kita harus memegang itu semua, lalu bukan menjadi kan masalah ini jalan ditempat. Membuat ragu dan bimbang masyarakat Kalimantan Barat.

Satu lagi yang ingin saya kemukakan. Pengaduan ini dilakukan oleh Ketua  Kalbar tapi advokasinya dilakukan oleh YNDN. Seharusnya ada komunikasi antar YNDN dan KPAI agar ada koordinasi. Bile perlu libatkan lagi KPI. Intinya kita sebagai masyarakat ingin kasus ini terang benderang.

Memang diperlukan dua alat bukti dalam menetapkan seorang menjadi tersangka, dalam kasus ini seharusnya alat bukti itu bisa didapati dengan banyak cara, mungkin bisa menggunakan hasil visum dan korban sebagai saksi, atau banyak lagi lah, mungkin kepolisian banyak cara dan trik untuk mendapatkan dua alat bukti .

Yok bersama kita kawal kasus ini, sang dosen juga butuh keadilan begitu juga korban sangat butuh keadilan. Masing2 tetap dalam pernyataan dan pembenaran nya. Kita tunggu fakta-fakta pengadilan.

Kalau fakta persidangan sangat jauh dengan fakta sebenarnya kita terima saja dan jangan takut masih ada pengadilan yang tak memerlukan bukti bukti, pengadilan yang MAHA MENGETAHUI benar dan salah.




SURAT TERBUKA UNTUK BAPAK PRESIDEN JOKOWI



Bapak Presiden yang terhormat,

Nama saya VS umur 16 tahun, pelajar SMKN di Kota Pontianak. Saya tidak tahu apakah bapak akan membaca surat saya ini atau tidak. Bagi saya hanya dengan menulis surat inilah saya berharap mendapat keadilan untuk diri saya dan keluarga saya setelah harga diri, martabat dan kehormatan saya sebagai perempuan dan anak Indonesia dilecehkan, dihancurkan dan di injak-injak oleh seorang Aparatur Sipil Negara yang bekerja sebagai pendidik di sebuah Perguruan Tinggi di Kalimantan Barat.

Sejak umur 8 tahun  saya sudah terbiasa hidup dengan perjuangan keras agar terus bisa bersekolah. Jika Allah swt pun telah memanggil ibu yang telah melahirkan saya, saya juga tidak pernah menyesalinya. Saya yakin Allah telah menentukan jalan hidup saya dengan membentuk saya sebagai pribadi yang mandiri, kuatdan tahan menghadapi segala cobaan. Semua pekerjaanpun telah saya lakoni sejak kecil. Mulai dari membantu bapak bertananam sayuran, menjadi tukang kue keliling bahkan untuk bisa sekolah masuk SMP hingga ke SMK, saya juga bekerja sampingan sebagai tukang setrika baju.

Walau hidup dalam kekurangan, saya juga terus merawat dan mencari nafkah untuk ayah saya yang sejak lima tahun belakangan terbaring sakit. Sadar bahwa hidup berdua dengan ayah saya sudah sangat berat, saya harus bekerja apa saja sepulang sekolah untuk mengumpulkan rupiah agar kami bisa makan. Yang penting uang yang saya kumpulkan itu dari jerih payah dan keringat yang halal untuk kami makan.





Bapak Presiden yang terhormat,

Saya tahu betapa banyak Bapak Presiden telah memberikan jaminan social untuk  orang dan keluarga seperti saya. Kendati selama ini kami tidak pernah mendapatkannya, saya juga tidak pernah menuntut, bahkan tidak pernah mengharapkannya, karena saya dan Bapak saya yakin rezeki yang kami dapat setiap hari adalah bagian dari ketentuan Allah yang harus kami syukuri.

Saya tidak pernah menyesali keadaan hidup kami, dan saya juga tidak pernah meminta agar Allah Tuhan Yang Maha Kuasa menghidupkan kembali ibu  agar saya bisa mendapatkan pelukan hangat yang menenteramkan jiwa dan agar saya bisa berbaring dipangkuan ibu menangis mengadukan apa yang telah saya alami. Satu-satunya hal yang paling saya sesali adalah kenapa harus magang ditempat pelaku dan kenal dengan pelaku bejat yang tidak bermoral tersebut.

Hari ini saya hanya memohon dengan segenap pengharapan pada Bapak Presiden, tolong beri saya keadilan dan perlindungan. Kehormatan saya sebagai anak dan perempuan telah dihancurkannya. Dan ketika saya melaporkannya ke Polresta Pontianak, saya justru yang dibully keluarga pelaku dan Penasehat Hukumnya. Di intimidasi hingga ke sekolah.

Bapak Presiden, apakah saya salah ketika saya memilih melaporkan pelaku ke pihak berwajib dan menolak menerima sejumlah uang yang ditawarkan pelaku agar bisa membawa ayah saya berobat?

Dan apakah seorang dosen yang punya kekayaan dan kekuasaan bisa kebal dari hukum, hingga Laporan saya ke Polisi tidak pantas untuk ditanggapi karena saya seorang anak kecil yang berjuang sendiri untuk bisa hidup dan sekolah demi kehidupan dan masa depan yang lebih baik?

Atau salahkah saya menuntut kedilan untuk diri saya? Atau bahkan saya telah salah karena telah lancing menulis surat ini kepada Bapak Presiden ? Sebagai bagian dari anak Indonesia saya tidak menuntut hak dari Negara. Saya hanya memohon keadilan dari kasus yang menimpa saya, masa depan saya yang tercabik-cabik dan kejelasan status hukum saya.

Saya memohon maaf jika saya banyak bertanya, tapi setidaknya luka dihati saya tidak semakin membengkak. Saya tidak ingin mati lagi, bunuh diri atau apapun. Saya ingin tamat sekolah dan terus bekerja agar bisa mendapatkan uang  yang banyak dimana kelak saya bisa membawa ayah saya berobat ke rumah sakit. Terimakasih Bapak Presiden.

                                           

                                               Pontianak, 12 Juni 2016

                                                           Hormat Saya

Post A Comment:

0 comments: